PERANG UHUD
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah orang – orang kafir Quraisy
menderita kekalahan di perang Badar, dengan terbunuhnya beberapa tokoh
penting mereka, beberapa menjadi tawanan dan sisanya tunggang langgang
melarikan diri kembali ke Makkah. Dengan kembalinya Abu Sofyan tiba di
Makkah dengan kafilah dagangnya, maka Abdullah bin Abi Rabi’ah, ‘Ikrimah
bin Abi Jahal, Shafwan bin Umayyah serta beberapa tokoh Quraisy lain
yang keluarganya tewas menjadi korban dalam perang Badar, datang menemui
Abu Sofyan lalu berbicara kepadanya dan kepada para pedagang Quraisy
yang ikut bersama-nya: “Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah membinasakan kalian serta membunuh orang – orang
terbaik kalian. Maka dari itu, bantulah kami dengan harta kalian itu
untuk memeranginya. Mudah-mudahan kami dapat membalas dendam atas
kematian orang – orang kita!”
Abu Sofyan dan pengikutnya mengabulkan permintaan mereka itu. Juga
adanya provokasi dari Ka’ab ibn Asyraf, seorang Yahudi yang menghasut
para pemimpin Quraisy untuk menyerang umat Islam di Madinah. Dan yang
terakhir adalah keinginan agar terbuka kembali jalur perdagangan bagi
kaum Quraisy menuju Syam yang harus melalui kota Madinah.
Perang Uhud terjadi di
Madinah didekat bukit Uhud. Bukit ini ada di sebelah utara Madinah
dengan jarah 5,5 km dari masjid Nabawi dari sinilah mengapa perang
tersebut dinamakan Perang Uhud. Dalam perang ini kaum muslimin
berpasukan 1000 orang, namun karena suatu hal menjadi hanya 700 orang
yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW. Sedangkan kaum Quraisy berpasukan
3000 tentara terdiri dari 700 invantri, dan 200 ekor kuda, armada perang
kaum Quraisy, lalu ada pula wanita yang diikut sertakan dalam perang
ini yang berjumlah 15 orang , pasukan ini dipimpin oleh Abu Sofyan. Pada
awalnya kaum muslim sudah akan memenangkan pertempuran tersebut, namun
dikarenakan ada diantara mereka tergoda oleh Ghonimah dan wanita kaum
Quraisy maka pertahanan mereka pun menjadi lemah. Sehingga kaum Muslim
dapat dikalahkan.
Dalam makalah ini kami akan membahas lebih jelas mengenai perang Uhud tersebut, agar kita mengetahuinya secara mendetail.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang sudah dipaparkan diatas, maka dapat kita rumuskan masalah yang ada, antara lain:
- Apakah yang melatarbelakangi terjadinya Perang Uhud?
- Strategi apa yang digunakan Nabi Muhammad dalam Perang Uhud ini?
- Bagaimana kronologi terjadinya Perang Uhud?
- Bagaimana hasil akhir dari Perang Uhud?
- Apa dampak yang terjadi setelah terjadinya Perang Uhud bagi umat Islam?
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Islam;
- Agar dapat mengetahui bagaimana latar belakang terjadinya Perang Uhud;
- Agar mengetahui bagaimana strategi perang Rasullullah melawan Kaum Quraisy;
- Agar dapat mengetahui bagaimana kronologi terjadinya Perang Uhud;
- Agar mengetahui bagaimana hasil akhir dari Perang Uhud;
- Agar dapat mengetahui bagaimana dampak perang ini terhadap umat Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya Perang Uhud
Mekkah melenggak terbakar kebencian
terhadap muslimin karena kekalahan mereka di Perang Badar dan
terbunuhnya banyak pemimpin dan bangsawan Quraisy. Hati mereka membara
dibakar keinginan untuk menuntut balas. Bahkan karenanya Quraisy
melarang semua penduduk Mekkah meratapi para korban Badar dan tidak
perlu terburu – buru menebus para tawanan, agar orang-orang Muslim tidak
merasa di atas angin karena mengetahui kegundahan dan kesedihan hati
mereka.
Setelah Perang Badar, semua orang Quraisy
sepakat untuk melancarkan serangan habis – habisan terhadap Muslimin,
agar kebencian mereka bisa terobati dan dendam mereka bisa terbalas.
Karena itu mereka menggelar persiapan untuk terjun ke kancah peperangan
sekali lagi yaitu baik perang besar-besaran guna membalaskan dendam atas
kekalahan di perang Badar. Satu angkatan perang yang sangat besar yang
belum pernah ada bandingannya dalam riwayat peperangan bangsa Arab. Dan
rencana mereka ini membutuhkan waktu 1 tahun agar benar – benar matang,
dengan menjaga kerahasiaan dengan sangat.
Tindakan pertama yang mereka lakukan dalam
kesempatan ini ialah menghimpun kembali barang dagangan yang bisa
diselamatkan Abu Sufyan, yang menjadi sebab pecahnya perang Badar.
Mereka juga menghimbau kepada orang-orang yang banyak hartanya, “Wahai
semua orang Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah membuat kalian
ketakutan dan membunuh orang-orang tebaik diantara kalian. Maka
tolonglah kami dengan harta kalian untuk memeranginya. Siapa tau kita
dapat menuntut balas.”
Mereka membuka pintu dukungan bagi
siapapun yang hendak ikut andil untuk memerangi orang-orang Muslim,
entah dia berasal dari Habasyah, Kinanah, ataupun Tihamah. Untuk
keperluan ini mereka menggunakan berbagai macam cara untuk membangkitkan
semangat manusia. Bahkan Shafwan bin Ummayah membujuk Abu Azzah,
seorang penyair yang tertawan dalam perang Badr, namun kemudian
dibebaskan oleh Rasullullah tanpa tebusan apapun. Abu Shafwan
membujuknya agar menggugah semangat bagi para kabilah dengan
syair-syairnya. Mereka juga menggunakan penyair lain untuk tugas ini,
yaitu Musafi bin Abdi Manaf.
Abu Sufyan adalah orang yang paling
bersemangat melakukan persiapan menghadapi orang-orang Muslim, setelah
dia kembali dari perang Sawiq dengan tangan hampanya, bahkan dia
kehilangan harta yang sangat banyak saat itu.
Bara semakin menyala setelah yang terakhir
kali orang – orang Quraisy kehilangan barang dagangannya di tangan
satuan pasukan Muslimin yang dipimpin Zaid bin Haritsah, dan bahkan
mengancam ekonomi mereka. Kesedihan dan kegalauan yang bertumpuk –
tumpuk ini semakin mendorong mereka untuk cepat – cepat mengadakan
persiapan perang melawan orang – orang Islam.
B. Strategi yang digunakan Nabi Muhammad dalam Perang Uhud
Setiap peperangan pasti punya prosedur
strategi di tiap-tiap pasukannya, baik pihak sendiri ataupun pihak
lawan. Sebuah perang tak akan pernah berhasil tanpa adanya hal tersebut.
Bahkan strategi tersebut sudah dipikirkan jauh-jauh hari oleh
masing-masing kedua belah pihak yang akan bertempur. Tidak terkecuali
Rasul Muhammad SAW. Beliau sudah merencanakan segala sesuatunya untuk
menghadapi gempuran kaum kafir Quraisy. Antara lain:
- Menempatkan Inteligen di Sarang Musuh
- Membentuk Majelis Permusyawaratan Militer
- Menginspeksi Pasukan
- Tidak Meminta Pertolongan Orang-orang Kafir
Setelah perang Badar, satu strategi yang
digunakan Rasulullah SAW adalah menempatkan para inteligennya di Mekah
untuk memberikan informasi-informasi yang terkait tentang pasukan
Quraisy.
- Membentuk Majelis Permusyawaratan Militer
- Menginspeksi Pasukan
- Tidak Meminta Pertolongan Orang-Orang Kafir
- Meredakan KonflikInternal Sebelum Peperangan
- Memilih Posisi yang Stategis
- Pembagian Komando dan Pos Militer
- Salah satu kelebihan Rasulullah sebagai seorang pemimpin adalah mendengarkan jajak pendapat dari para sahabatnya. Sekalipun posisi beliau sebagai seorang nabi, beliau mampu mengatur sendiri jalannya strategi yang akan digunakan dan tentunya mendapat arahan dan wahyu dari langit, beliau masih memusyawarahkannya dengan para sahabat. Pada saat itu, mayoritas suara sahabat jatuh pada upaya melakukan penyerangan kafir Quraisy di Bukit Uhud.
- Menginspeksi Pasukan
2. Tidak Meminta Pertolongan Orang-orang Kafir
Rasulullah melakukan hal itu ketika berangkat dari Madinah ke Uhud. Ia mendapati sekelompok Yahudi, sekutu Abdullah bin Ubay yang ingin turut serta membantu Rasulullah. Namun, Rasulullah menolaknya dengan mengatakan “Jangan minta pertolongan orang-orang musyrik dalam melawan orang musyrik sebelum mereka masuk Islam.”
3. Meredakan Konflik Internal Sebelum Peperangan
Munir Muhammad Al-Ghadhban dalam Fiqh As-Sirah An-Nabawiyahnya mengatakan bahwa Perang Uhud ini merupakan pembeda antara orang-orang mukmin dan orang-orang munafik, seperti dalam firman Allah.
“Dan apa yang menimpa kamu ketika terjadi pertemuan (pertempuran) antara dua pasukan itu adalah dengan izin Allah, dan agar Allah menguji siapa orang yang benar-benar beriman, dan untuk menguji orang-orang yang munafik, kepada mereka dikatakan, ‘Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankan dirimu.’ Mereka berkata, ‘Sekiranya kami tahu bagaimana cara berperang, tentu kami akan bersamamu.’ Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (QS All Imran [3]:166-167)
4. Memilih Posisi yang Strategis
Salah satu penentu kemenangan seorang komandan adalah penentuan tempat yang strategis. Barangsiapa yang menempati posisi strategis, kemungkinan besar akan menang dalam pertempuran. Rasulullah merupakan salah satu panglima yang ahli dalam pengaturan strategi militer. Hingga ketika itu, pasukannya dibawa ke kaki Bukit Uhud. Pasukan muslim mengambil tempat dengan proses menghadap ke arah Madinah dan memunggungi Uhud. Dengan posisi ini, pasukan musuh berada di tengah antara mereka dan Madinah.
5. Pembagian Komando dan Pos Militer
Pasukan kaum muslimin ini dibagi menjadi tiga batalion, yaitu:
a. Batalyon Muhajirin, benderanya diserahkan kepada Mush’ab bin Umair
b. Batalyon Aus, benderanya diserahkan kepada Usaid bin Hudhair.
c. Batalyon Khazraj, benderanya diserahkan kepada Al-Hubab bin Al-Mundzir Al-Jamuh.
Rasulullah membagi pos militer para prajuritnya, prajurit dakwah, serta prajurit yang siap mengorbankan harta, waktu, tenaga dan bahkan jiwa untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT.
Beliau pun menempatkan satuan pasukan khusus yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair. Anggotanya terdiri dari 50 pemanah ulung di bukit Uhud, tepatnya 150 meter dari pasukan kaum muslim. Tujuannya jelas, yakni melindungi pasukan di bawah yang sedang bertempur dari laju serangan depan yang menggelombang, juga menahan pasukan Khalid bin Walid yang sangat membahayakan.
Rasulullah membagi pasukannya menjadi dua sayap atau dua bagian, yaitu sayap kanan dan kiri. Sayap kanan beliau posisikan di kaki Bukit Uhud dan sayap kiri ditempatkan di Bukit Ainain. Posisi pasukan sayap kanan sendiri merupakan posisi yang aman karena dilindungi oleh bukit Uhud. Sedangkan pasukan sayap kiri posisinya tidak aman lantaran musuh bisa memutari Bukit Ainain dan menyerang mereka dari arah belakang.
Untuk menanggulangi hal itu, Rasulullah pun berpikir cerdas dengan menempatkan regu pemanah sebanyak 50 orang yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair di belakang pasukan sayap kiri. Rasulullah sendiri berada di dalam sayap kiri.
Rasulullah memerintahkan pasukan pemanah tersebut untuk tetap berada di posisinya semula. Mau pasukan muslim menang atau kalah, mereka harus tetap di sana. Karena merekalah yang mengamankan posisi pasukan sayap kiri. Dan pastinya, untuk mengantisipasi kalau-kalau pasukan kafir spontan datang kembali dari arah lain. Ini tentu disebabkan jumlah mereka yang jauh lebih banyak dari pasukan muslim.
Selain itu, Rasulullah juga menambahkan beberapa kaum wanita di belakang pasukan muslim untuk memberikan bantuan air minum kepada para pasukan. Juga, untuk membawa para pasukan yang terluka keluar dari medan tempur. Salah satu dari wanita tersebut adalah Fatimah, anak Rasulullah sekaligus istri dari Ali bin Abi Thalib. Fatimah memang anak perempuan Rasulullah yang selalu setia mendampingi Ayahandanya itu. Bahkan pada saat dalam keadaan perang seperti itu, dia pun andil.
Di lain sisi, yaitu pihak pasukan kafir Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sofyan, mendirikan perkemahan dan melakukan persiapan di selatan bukit Uhud, radius 1 mil. Abu Sofyan mengelompokkan pasukannya menjadi barisan infantri. Yaitu, satu barisan di bagian tengah dan dua sayap kavaleri di bagian samping kanan dan kiri. Kedua belah pihak sudah siap bertempur dan mengerahkan pasukannya. Yang selalu diingat oleh Quraisy ialah peristiwa Badar dan korban-korbannya, sedangkan yang selalu diingat oleh kaum muslim ialah Allah dengan pertolongan-Nya.
- Mengobarkan Semangat Jihad
C. Kronologi terjadinya Perang Uhud
Pada tahun ketiga Hijriyah pasukan Quraisy menyiapkan sejumlah 3000 tentara, diantaranya terdapat 200 pasukan berkuda dengan persenjataan lengkap dan pasukan berkendaraan unta serta memakai baju besi. Pasukan perang kaum Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan sendiri. Budak – budak orang Quraisy pun disuruh ikut andil oleh majikannya masing – masing menjadi anggota pasukan perang yang dipimpin oleh Abu Amir ar-Rahib. Selain itu, kaum wanita juga diikut sertakan untuk menyulut api peperangan, diantaranya adalah Hindun (istri Abu Sofyan), Ummu Hakim (Istri Ikhrimah), Barzah binti Munabbih (Istri Amr bin Asb), dengan Himdun sebagai pemimpinnya. Sementara itu kaum muslim di Madinah tidak sedikit pun mengetahui persiapan yang dilakukan oleh kaum Quraisy. Nabi Muhamad baru menerima berita tersebut tiga hari sebelum pasukan Quraisy Mekkah tiba di Uhud dari paman beliau yang berada di Mekkah. Setelah menerima berita tersebut, Nabi segera mengirim beberapa utusan mata – mata yaitu Anas, Munis, dan Hubab untuk mencari informasi tentang pasukan Quraisy Mekkah.
Setelah itu, Nabi Muhammad SAW mengadakan musyawarah, yang akhirnya menghasilkan keputusan untuk menghadapi musuh di luar kota Madinah. Pasukan Islam yang berkekuatan 1000 orang berangkat dari Madinah setelah selesai sholat Jum’at. Di tengah jalan pasukan Islam dihasut oleh Abdullah bin Ubay, seorang tokoh munafik yang membuat pasukan Islam berkurang sebanyak 300 orang. Sesampainya di Uhud, Rosulullah mengatur siasat perang dengan pasukan pemanah 50 orang dipimpin oleh Abdullah bin Jabir yang ditempatkan diatas bukit guna memantau musuh. Sedangkan pasukan lainnya disiagakan dibawah bukit Uhud.
Pasukan Quraisy dibagi menjadi tiga, yaitu pasukan sayap kanan dipimpin Khalid bin Al Walid, sayap kiri Ikrimah bin Abu Jahal, dan pasukan lain dipimpin oleh Sofwan bin Umayah. Sementara itu, Rosulullah juga mengatur barisan pasukan muslim, Beliau menempatkan Abu Bakar ash-Shidiq, Umar bin Khatab, Ali bin Abu Thalib, Zubair bin Awwam, Abu Dujanah Sammak bin Kharsyah, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Ubadah, Usaid bin Hudhair, dan Habbab bin al-Mundzir dibarisan pertama. Kemudian Nabi Muhammad SAW menginstruksikan kepada pasukan Muslimin yang telah berada pada posisi mereka masing – masing agar tidak melakukan peperangan sebelum Nabi Muhammad SAW mengijinkan mereka untuk berperang dan memerintahkan pasukan pemanah agar tidak meninggalkan posisi mereka dalam kondisi apapun.
Sebelum perang secara besar-besaran berlangsung, terlebih dahulu diadakan perang tanding. Dari pasukan Islam diwakili oleh Ali bin Abi Thlib dapat mengalahkan Thalhah bin Abu Thalhah, pemegang bendera Quraisy. Bendera perang Quraisy pun berpindah ke tangan Usman bin Thalhah yang dapat dirobohkan oleh Hamzah bin Abdul Muthalib. Selanjutnya bendera kaum Quraisy diambil oleh saudaranya Abu Sa’id bin Abu Thalhah yang berhadapan dengan Sa’ad bin Abi Waqash, dan berhasil dibunuhnya juga dengan panahan. Selanjutnya panji perang diambil oleh Musafi’ bin Thalhah bin Abu Thalhah dan berhasil dibunuh oleh Ashim bin Tsabit bin Abu Alfah. Setelah Musafi’ tewas, panji kemudian diambil alih oleh Abdu Dar yang behasil dibunuh oleh Ali bin Abi Thalib. Hingga akhirnya panji tergeletak kotor di tanah hingga diambil alih oleh Amrah binti Alqamah al-Haritsiyah lalu mengangkatnya kepada pasukan Quraisy dan mereka mengerumuninya. Demikianlah para pahlawan kaum Muslimin berhasil menumbangkan para tokoh dan pembawa panji Quraisy dan tidak ada lagi yang sanggup membawa panji tersebut hingga dipungut oleh seorang wanita. Setelah para pembawa panji tersebut terbunuh kemudian kaum Quraisy terpecah belah, semangat mereka merosot dan kekuatan mereka pun hancur. Pecah perang sudah tidak bias terelakan, semangat yang berkobar dan iman di dalam jiwa muslimin membuat mereka tak gentar melawan pasukan Quraisy. Kaum muslimin yang jumlahnya tidak sebanyak kaum Quraisy bias menguasai keadaan. Hal tersebut menunjukan kepiawaian Nabi Muhammad SAW dalam bidang militer karena mampu melemahkan kemampuan perang pasukan Quraisy sehingga mendesak pasukan Quraisy mundur dan lalai meninggalkan harta dan wanita-wanita Quraisy.
Para pemanah yang menyaksikan hal tersebut dari atas bukit mereka mengira bahwa pertempuran sudah usai. Mereka bergegas mengumpulkan harta yang ditinggalkan oleh kaum Quraisy. Menyaksikan hal tersebut Abdullah bij Jubair mengingatkan akan perintah Nabi agar tidak meninggalkan bukit dalam kondisi apapun. Sebagaian kecil pasukan mentaati perintah Nabi, namun sebagian pasukan yang berjumlah kira – kira 40 orang mengabaikan perintah Nabi Muhammad SAW.
Tentara berkuda dari sayap kanan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid menyaksikan jelas bahwa sebagian besar pasukan pemanah Muslimin yang berjaga di bukit Uhud sudah meniggalkan posisi. Oleh karena itu secara diam – diam Khalid bin Walid mengarahkan pasukannya untuk menyerang kaum Muslimin yang sedang sibuk mengumpulkan harta rampasan. Pasukan muslim yang dikejutkan oleh serangkaian serangan pedang dan anak panah dari arah belakang membuat terbunuhnya sebagian dari mereka. Serangan secara mendadak itu membuat kaum muslimin terguncang dan ketakutan, sehingga membuat mereka terpencar dan tercerai – berai.
Mush’ab bin Umair yang saat itu memegang bendera tentara islam, selalu melindungi Nabi Muhammad SAW dari ancaman tentara kaum Quraisy yang menginginkan Nabi untuk dibunuh. Sampai suatu hal, karena ingin sekali melindungi Nabi Muhammad SAW Mush’ab terbunuh oleh Ibnu Qam’ah karena disangkanya adalah Nabi Muhammad. Dikarenakan Mush’ab bin Umair memeiliki wajah yang mirip dengan Nabi Muhammad. Ibnu Qam’ah berteriak mengatakan bahwa Nabi Muhammad telah terbunuh. Hal itu membuat pasukan Muslimin terpecah menjadi tiga golongan, yaitu sebagian melarikan diri menuju tempat dekat Madinah, tetapi tidak berani pulang ke Madinah dikarenakan malu. Diantara pasukan muslim yang melarikan diri adalah Utsman bin Affan, Waid bin Uqbah, Kharijah bin Zaid, dan Rifa’ah bin Ma’la. (Moenawar Chali, 2001: 122)
Sedangkan golongan kedua tetap bertempur dengan pantang menyerah karena mereka telah mendengar ucapan Rosulullah telah terbunuh. Salah seorang tentara Muslimin, Tsabit bin Dahdah tampil untuk mengobarkan semangat kaum muslimin. Sampai pada suatu waktu Ka’ab bin Malik berteriak bahwa Nabi Muhammad masih hidup. Pasukan kaum Quraisy semakin mendesak untuk menerobos pertahanan para sahabat Nabi Muhammad SAW. Terlebih ketika mengetahui yang bertahan hanya sekitar 30 orang saja. Pada saat itu juga Hamzah bin Abdul Muthalib juga terbunuh di tengah – tengan pertempuran oleh seorang tentara musuh, yaitu Wahsyi salah sorang budak dari Hindun dengan menggunakan tombak, mendengar berita tersebut Nabi Muhammad SAW merasa sangat sedih.
Pasukan kaum Quraisy merasa tidak puas apabila belum membunuh Nabi Muhammad pada saat perang Uhud. Pasukan kaum Quraisy beranggapan dengan membunuh Nabi Muhammad maka kaum Mulsim akan hancur. Kemudian datang Ubay bin Khalaf dari kaum Quraisy dengan menunggangi kuda bernama Ud menuju ke arah Rosulullah dengan pedang terhunus untuk mencoba membunuh beliau tetapi gagal bahkan Rosulullah berhasil membunuhnya. Dalam sejarah dialah orang yang pertama dan terakhir tewas di tangan Rosulullah. Semangat para kaum Muslim masih tetap menggelora dalam menumpas kaum Quraisy. Meskipun kaum Muslim banyak mengalami penderitaan yang sangat berat. Ketika Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya tengah beristirahat di atas bukit sambil mengobati luka – luka, tiba – tiba Khalid bin Walid dan pasukannya datang untuk kembali menyerang kaum Muslimin. Umar bin Khathab menghadang pasukan tersebut, dan akhirnya membuat Khalid bin Walid mengurungkan niatnya untuk menyerang kaum Muslimin. Dengan pertimbangan itu, Khalid bin Walid mulai mengatur pasukannya untuk mudur. Mundurnya pasukannya Khalid bin Walid menandai bahwa perang Uhud telah berakhir.
D. Hasil akhir dari Perang Uhud
Kisah ini ditulis di Surat Ali ‘Imran ayat 140-179. Dalam ayat – ayat di Surat Ali ‘Imran, Muhammad menjelaskan kekalahan di Uhud adalah ujian dari Allah (ayat 141) – ujian bagi Muslim mu’min dan munafik (ayat 166-167).
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar (ayat 142). Bahkan jika Muhammad sendiri mati terbunuh, Muslim harus terus berperang (ayat 144), karena tiada seorang pun yang mati tanpa izin Allah (ayat 145). Lihatlah para nabi yang tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah (ayat 146). Para Muslim tidak boleh taat pada kafir (ayat 149), karena Allah akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut (ayat 151).”
Ayat di atas tidak menunjukkan sebab yang sebenarnya mengapa Muhammad dan Muslim kalah perang di Uhud. Penjelasan yang lebih lengkap bisa dibaca di Hadis Sahih Bukhari, Volume 4, Book 52, Number 276
Sebagaimana manusia biasa, wajar bila seseorang terlupa akan sesuatu. Begitu juga pasukan yang berjaga di atas bukit Uhud. Mereka lupa dan akhirnya turun ke lembah untuk mengambil hak pemenang perang. Melihat banyak pasukan dari pihak islam yang meninggalkan pos di atas bukit, Khalid bin Walid memerintahkan pasukan kafir yang tersisa untuk berbalik kembali dan menyerang pasukan islam. Pos di atas bukit direbut oleh kafirin dan pasukan islam yang tersisa di sana dibunuh, termasuk Hamzah paman Rasulullah.
Islam tidaklah kalah. Setelah berhasil merebut pos di atas bukit, pasukan kafir merasa telah menang, apalagi karena tidak melihar Rasulullah. Abu Sofyan mengira bahwa Rasulullah telah wafat dalam perang. Ia pun bersorak di atas bukit, “Muhammad telah mati! Perang sudah berakhir! Kami lah pemenang!!!” Namun ia salah duga. Rasulullah masih hidup. Sesaat setelah Abu Sofyan memberi pengumuman tersebut, Rasulullah keluar dari tempatnya, beliau terluka akibat baju perangnya mengenai wajahnya sehingga harus diobati. Beliau memberitahukan wakyu yang baru ia dapat, QS Ali Imran 139-140, untuk menenangkan hati pasukan islam yang sedih karena banyak yang akhirnya terbunuh.
Abu Sofyan kaget karena dugaannya salah. Ia takut kalau semangat umat islam kembali lagi dan kembali menyerang pasukannya. Ia pun memerintahkan untuk mundur kembali ke Mekah. Tujuan awal pasukan kafirin hendak menyerang muslimin tidak tercapai. Kedua hal inilah yang menjadi penyebab dapat dikatakan bahwa umat islam tidak kalah. Pasukan yang menyerah itulah yang kalah. Dalam hal ini, pasukan kafir yang menyerah. Mereka pulang dengan tidak mencapai tujuan awal akan melakukan perang.
Ada yang mengatakan bahwa jumlah pasukan islam yang mati lebih banyak dari pasukan kafir yang mati. Pasukan islam yang mati berjumlah 70 orang sedangkan pasukan kafir berjumlah 23 orang. Tapi tidak bisa dilihat dari jumlahnya saja, perlu dihitung secara rumus perang. Total pasukan islam hanya 650an orang sedang pasukan kafir 3000 orang. Harusnya pasukan yang berjumlah besar tidak mungkin kalah, tetapi dalam perang ini pasukan kafir menderita kekalahan 23 orang. Bila jumlah pasukan kedua kubu disamakan, yang mati dari pihak kafir melebihi yang mati dari pihak islam.
Meskipun perang Uhud telah berakhir, tetapi Nabi Muhammad SAW masih merasa curiga dengan mundurnya kaum Quraisy. Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk menyelidiki dan mengawasi gerak – gerik kaum Quraisy. Setelah melaksanakan tugas, Ali segera menghadap Nabi Muhammad SAW dan melaporkan hasil penyelidikan bahwa pasukan Quraisy sedang menuju arah selatan. Nabi Muhammad yakin bahwa mereka akan kembali ke Mekkah. Sebelum kaum Quraisy kembali ke Mekah, mereka terlebih dahulu menguburkan teman-temannya yang tewas dalam perang Uhud. Oleh karena itu, pasukan Quraisy belum bisa dikatakan menang dalam perang Uhud.
E. Dampak Perang Uhud terhadap Umat Islam
Perang Uhud telah memberikan banyak pelajaran bagi kaum Muslimin. Melalui kekalahan kaum Muslimin dalam perang Uhud, Allah ingin menguji keimanan mereka. Perang Uhud telah memberikan pelajaran agar tidak meninggalkan perintah Nabi Muhammad dalam situasi apapun (Majid ‘Ali Khan, 1985: 153-154). Selain itu, perang Uhud juga merupakan pembeda antara orang Kafir.
Kaum Quraisy menganggap peperangan di bukit Uhud merupakan sebuah kemenangan bagi mereka dan mereka berniat untuk menumpas Nabi Muhammad beserta pengikutnya dan suku-suku di Arab menganggap Kaum Muslimin merosot moralnya setelah kalah dalam peperangan itu dan mulai mengancam wilayah Madinah, salah satunya Bani Nadhir yang sebelumnya membuat perjanjian dengan Madinah melanggar perjanjian dengan percobaan pembunuhan kepada Nabi Muhammad, sementara di Madinah, kaum Muslimin mendapat cacian dari orang-orang Yahudi setelah peperangan itu berakhir. Akan tetapi hal ini tidak membuat rasa percaya diri kaum Muslimin menurun untuk menegakkan kebenaran agama Allah (Syaiful Bachri,1996: hal 9).
Setelah perang Uhud selesai, Nabi membuat pembaruan di bidang pemerintahan dengan membentuk suatu pemerintahan yang terpusat di Madinah untuk menghindari pembelotan yang pernah terjadi di perang Uhud oleh kaum Yahudi di Madinah. Dampak lain yang terlihat di dalam perang Uhud adalah naiknya martabat wanita yang terlihat di dalam pertempuran wanita menjadi bagian dalam pasukan sebagai perawat prajurit kaum Muslimin yang terluka dan menjadi bagian perbekalan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan berupa:- Perang Uhud diawali oleh adanya keinginan kaum quraisy untuk melakukan balas dendam terhadap Nabi Muhammad SAW beserta kaumnya di Madinah. Perang Uhud terjadi pada tanggal 15 Syawal tahu 3H atau 625M. pihak Quraisy mempersiapkan 3000 pasukan tentara, yang terdiri atas 700 pasukan infantry, 200 pasukan berkuda, dan 17 wanita. Salah seorang wanita yang ikut berperang adalah Hindun bin Utbah, istri Abu Sufyan. Hindun turut serta dalam perang karena ingin membalas dendam kematian ayahnnya Uthbah yang tewas dalm perang Badar dibunuh oleh Hamzah, paman Nabi Muhammad SAW.
- Kekalahan yang dialami oleh kaum muslimin banyak sekali memberikan pelajaran berharga bagi kaum muslimin bahwa setiap perkataan dan perintah Nabi Muhammad SAW merupakan suatu kebenaran yang harus dipatuhi. Setelah perang Uhud, Nabi Muhammad SAW mulai melakukan berbagai pembaharuan. Diantaranya membentuk suatu pemerintahan yang berpusat di Madinah, menghapuskan system budak dan system kasta, dan yang paling utama adalah berhasil mengubah kekafiran dan kemusyrikan bangsa Arab menjadi bangsa yang religius sesuai dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
Dari penjelasan diatas, diharapkan mahasiswa dapat mengambil pelajaran yang dapat digunakan sebagai teladan yang baik, seperti kebijaksanaan Rasulullah dalam memutuskan segala sesuatu, selalu berusaha dan berdoa kepada Allah SWT
No comments:
Post a Comment